
Pembentukan RPP tentang Perlindungan Anak Yang Menjadi Korban Atau Pelaku Pornografi dianggap penting untuk memberikan Perlindungan terhadap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi, karena Anak sebagai harapan bangsa memiliki potensi yang besar dalam menjaga eksistensi dan kelestarian suatu bangsa dan negara. Untuk itu anak perlu dilindungi dan dijaga dari segala ancaman yang dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangannya. Dalam kenyataannya tidak semua anak Indonesia memperoleh hak-hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan tumbuh kembangnya. Hal ini terkait dengan kondisi keluarganya yang mengalami hambatan di bidang sosial ekonomi atau karena kondisi sosial budaya yang heterogen (multi culture), serta pengaruh negatif budaya asing yang masuk melalui berbagai media baik cetak dan elektronik yang mudah diakses oleh anak-anak seperti pornografi, yang menyebabkan pola perilaku dan gaya pergaulan anak yang mengarah pada kenakalan, kekerasan, serta melakukan kejahatan dengan menjadi pelaku pornografi.
Dalam rangka proses pembentukan RPP ini, (Kamis, 24 Februari 2011) Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum Dan HAM RI menyelenggarakan Rapat Harmonisasi RPP tentang Perlindungan Anak Yang Menjadi Korban Atau Pelaku Pornografi yang di selenggarakan di Gedung PP Kementerian Hukum dan HAM.
Sebagai akibat dari menonton pornografi, terkadang menyebabkan anak melakukan kejahatan dengan melakukan kekerasan seksual terhadap anak lainnya. Anak yang menjadi korban kekerasan seksual tersebut umumnya mengalami penderitaan secara fisik, psikis, dan mental sehingga memerlukan pelayanan untuk memulihkan kondisinya seperti semula, sekaligus juga untuk menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental spiritual, maupun sosial anak. Pelayanan yang diberikan dapat berupa pembinaan, pendampingan, pemulihan sosial, pemulihan kesehatan fisik dan mental yang semuanya dilakukan untuk memulihkan kondisi anak sehingga dapat menjalankan aktivitasnya sehari-hari dan dapat hidup secara wajar di lingkungannnya.
Terhadap anak yang melakukan kejahatan kekerasan seksual terhadap anak lainnya perlu dilakukan pembinaan, pendampingan, pemulihan sosial, dan pemulihan kesehatan fisik dan mental dengan memperhatikan prinsip-prinsip perlindungan anak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu yang menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak baik fisik, mental spiritual, maupun sosial anak. Hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kehidupan terbaik bagi anak sebagai penerus bangsa yang potensial.
Dalam rangka memberikan Perlindungan terhadap anak yang menjadi korban atau pelaku pornografi maka Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi mengamanatkan bahwa pemerintah, lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan, keluarga, dan/atau masyarakat berkewajiban memberikan pembinaan, pendampingan, serta pemulihan sosial, kesehatan fisik dan mental. Kewajiban tersebut hanya dapat terselenggara dengan baik apabila disertai dengan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan Perlindungan anak.
Agar penyelenggaraan pelayanan Perlindungan anak dapat dilaksanakan secara optimal, maka perlu ada kerjasama yang baik antar lembaga sosial, lembaga pendidikan, lembaga keagamaan baik milik pemerintah keluarga dan/atau masyarakat. Kerjasama lintas sektor penyelenggaraan Perlindungan anak ini diperlukan mengingat anak memerlukan pelayanan lanjutan yang tidak dapat ditangani oleh satu lembaga pelayanan. Untuk itu lembaga pelayanan tersebut dapat melakukan kerjasama dengan lembaga layanan lainnya untuk saling melakukan rujukan, saling memberikan bantuan tenaga ahli, dan menyediakan sarana prasarana yang diperlukan, dan lain-lainnya.
Selain lembaga-lembaga layanan Perlindungan anak baik milik pemerintah maupun masyarakat, keluarga dan masyarakat sangat penting dalam menyelenggarakan Perlindungan anak, peran keluarga dan masyarakat dalam pembinaan antara lain meliputi memberikan pemahaman mengenai bahaya dan bahaya dan dampak pornografi, memberikan pemahaman nilai-nilai moral dan agama, dalam pendampingan antara lain meliputi pemberian dukungan psikologis, pemberian rasa nyaman dan motivasi dalam membangun kepercayaan diri agar anak dapat mengatasi permasalahannya, di bidang pemulihan sosial diantaranya dengan berempati dan tidak menyalahkan atas permasalahan yang dihadapi, memberikan rasa nyaman dan motivasi agar dapat membangun kepercayaan diri serta mengatasi permasalahannya, dalam pemulihan kesehatan fisik mental diantaranya dengan melakukan pengasuhan secara berkelanjutan dan memberikan kebutuhan yang diperlukan
Untuk menjamin tercapainya tujuan dan peningkatan kualitas penyelenggaraan Perlindungan anak pemerintah, pemerintah daerah serta masyarakat dapat melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraaan Perlindungan anak yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. pengawasan Perlindungan anak meliputi penilaian terhadap pemenuhan pelayanan Perlindungan anak, pelaksanaan standar pelayanan minimal dan standar opoerasional prosedur Perlindungan anak dan petugas fungsional dalam menyelenggarakan Perlindungan anak.
![]() | [ ] | 57 Kb |
Link Terkait:
- Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
- Harmonisasi RUU 2009
- Harmonisasi RPP Tahun 2009
- Proses Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
- Roundtable Discussion
- Proses Pengharmonisasian Sebagai Upaya Meningkatkan Kualitas Peraturan Perundang-undangan
- Harmonisasi Rancangan Peraturan Presiden tentang LPSK
- Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan
- Harmonisasi Peraturan Daerah dengan Peraturan Perundang-undangan Lainnya
- Harmonisasi RPP Pelindungan Terhadap Anak yang Menjadi Korban atau Pelaku Pornografi
- Rapat Harmonisasi RPP tentang Pemindahan Ibukota Maluku Tenggara
- Rapat Harmonisasi RPP tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja
- Rapat harmonisasi RPP tentang Keselamatan dan Keamanan Instalasi Nuklir
- Rapat harmonisasi RPP tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis PNBP Yang Berlaku Pada Kementerian Keuangan