Rabu, 01 Agustus 2012
   
Text Size

Ceramah Peningkatan Pengetahuan Tenaga Perancang Peraturan Perundang-undangan

 

Jumat, 27 Agustus 2010 Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan  Kementerian Hukum dan HAM RI menyelenggarakan acara Ceramah  Peningkatan Pengetahuan Tenaga Perancang Peraturan Perundang-undangan. Dalam kesempatan ini Dr. Suhariyono AR, S.H.,M.H. (Sekretaris Jenderal Ombudsman RI) hadir sebagai pembicara,  Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo (staf pengajar hukum pidana FHUI)  sebagai narasumber,  dan Drs. Zafrullah Salim, M.H (Direktur Publikasi, Kerjasama dan Pengundangan) sebagai Moderator. Adapun maksud dari diadakannya acara tersebut adalah untuk meningkatkan pengetahuan tenaga perancang dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.

Dalam kesempatan tersebut  Dr. Suhariyono AR, S.H.,M.H. menyampaikan beberapa materi, diantaranya:

  • Ø Rasa keadilan di sini cukup menghitung rasionalitas dan proporsionalitas antara perbuatan dan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut, yang secara umum meliputi kepentingan:
  1. jiwa (leven);
  2. badan (lijf);
  3. kehormatan (eer)
  4. kemerdekaan (vrijheid); dan
  5. harta benda (vermogen).
  • Ø Jan Remmelink mengartikan tindak pidana dengan mengawali pernyataan bahwa untuk dapat  menghukum seseorang sekaligus memenuhi tuntutan keadilan dan kemanusiaan, harus ada suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan yang dapat dipersalahkan kepada pelakunya. Tambahan pada syarat-syarat ini adalah bahwa yang bersangkutan harus merupakan seseorang yang dapat dimintai pertanggungjawaban
  • Ø Tujuan pemidanaan
  1. RUU KUHP tampaknya merupakan gabungan dari teori tujuan itu sendiri yakni pencegahan umum (generale preventie) terutama teori pencegahan umum secara psikologis (psychologische dwang) dan pencegahan khusus (speciale preventie) yang mempunyai tujuan agar penjahat tidak mengulangi perbuatannya. Pelaku tindak pidana di kemudian hari akan menahan diri supaya jangan berbuat seperti itu lagi karena pelaku merasakan bahwa pidana merupakan penderitaan sehingga pidana itu berfungsi mendidik dan memperbaiki.
  2. UU 10 Tahun 2004

-                                                                                                                                                                                           Untuk menentukan pidana perlu memperhatikan tindakan yang ditimbulkan

-   Unsur-unsur kesalahan (yang dapat melihat terpenuhi unsure tersebut adalah hakim bukan seorang perancang)

Dalam menentukan pidana, di samping mempertimbangkan mengenai dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana dalam masyarakat serta unsur kesalahan pelaku, juga harus mempertimbangkan sifat jahatnya perbuatan.

Adapun materi yang disampaikan oleh Dr. Rudy Satriyo Mukantardjo adalah:

  • PIDANA
    • Nestapa/derita
    • Yang dijatuhkan dengan sengaja oleh negara  (melalui pengadilan)
    • Dikenakan pada seseorang
    • Yang secara sah telah melanggar hukum pidana
    • Melalui proses peradilan pidana
  • Unsur-unsur atau ciri-ciri pidana
    • Merupakan suatu pengenaan penderitaan/nestapa atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan;
    • Diberikan dengan sengaja oleh badan yang memiliki kekuasaan (berwenang);
    • Dikenakan pada seseorang penanggung jawab peristiwa pidana menurut UU (orang memenuhi rumusan delik/pasal).

(Muladi & Barda Nawawi Arief, 1982)

  • Pidana sebagai pranata social
    • Sebagai bagian dari reaksi sosial manakala terjadi pelanggaran terhadap norma2 yang berlaku
    • Mencerminkan nilai & struktur masyarakat
    • Merupakan reafirmasi simbolis atas pelanggaran terhadap ‘hati nurani bersama’
    • Sebagai bentuk ketidaksetujuan terhadap perilaku tertentu
    • Selalu berupa konsekwensi yang menderitakan, atau setidaknya tidak menyenangkan.
  • Teori-Teori Pemidanaan/Tujuan Pemidanaan menurut doktrin
  1. TeoriAbsolut/Retributif/Pembalasan (lex talionis):
  • Hukuman adalah sesuatu yang harus ada sebagai konsekwensi dilakukannya kejahatan;
  • Orang yang salah harus dihukum

(E. Kant, Hegel, Leo Polak).

  1. Teori Relatif/Tujuan (utilitarian)
  • Menjatuhkan hukuman untuk tujuan tertentu, bukan hanya sekedar sebagai pembalasan:
  • Hukuman pd umumnya bersifat menakutkan, o.k.i, seyogyanya : Hukuman bersifat memperbaiki/merehabilitasi à orang yang “sakit  moral” harus diobati.
  • Tekanan pada treatment/pembinaan.
  • Rehabilitasi, individualisasi pemidanaan.
  • Anti punishment, model medis.
  1. Teori Gabungan :
  • Berdasarkan hukuman pada tujuan (multifungsi) retributive/pembalasan dan relative/tujuan.
  • Berdasarkan teori gabungan maka pidana ditujukan untuk:

–   Pembalasan, membuat pelaku menderita

–   Upaya Prevensi, mencegah terjadinya tindak pidana

–   Merehabilitasi Pelaku

–   Melindungi Masyarakat.

  • Ø Retributive Justice:

Pemidanaan untuk tujuan pembalasan

  • Ø Restorative Justice:

Keadilan yang merestorasi  à  pelaku harus mengembalikan kepada kondisi semula; Keadilan yang bukan saja menjatuhkan sanksi yang seimbang bagi pelaku namun juga memperhatikan keadilan bagi korban.

Kirim Komentar

Kode Pengaman
Refresh

Gabung di Komunitas


Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 6 - 7 Jakarta Selatan
Telp. (021) 5221618 Fax. (021) 5265480
Email: admin @ djpp.info
www.djpp.info
www.djpp.depkumham.go.id