Senin, 14 Februari 2011
   
Text Size

Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pengujian UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPR

Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pengujian UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), Rabu (12/1/2011).

 

HARI Rabu (12/1/2011) di Ruang Sidang Pleno MK Hakim Konstitusi membacakan Putusan Pengujian Undang-Undang  (PUU) , yaitu Perkara Nomor 23/PUU-VIII/2010 dan Perkara Nomor 26/PUU-VIII/2010 dimana keduanya mengenai Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3). Pemohon Perkara Nomor 23/PUU-VIII/2010 adalah M. Farhat Abbas, dan Pemohon Perkara Nomor 26/PUU-VIII/2010 adalah anggota DPR RI yakni Lily Wahid, Bambang Soesatyo dan Akbar Faisal dan dari kalangan masyarakat yang merupakan para konstituen Anggota DPR.

Dalam Putusan MK Nomor 23-26/PUU-VIII/2010 menyatakan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk seluruhnya dan menyatakan Pasal 184 ayat (4) UU MD3 bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan idak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Menurut Mahkamah, syarat pengambilan keputusan DPR untuk usul menggunakan hak menyatakan pendapat mengenai dugaan Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak boleh melebihi batas persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 7B ayat (3) UUD 1945. Bahkan menurut Mahkamah, pada “tingkat usul” penggunaan hak menyatakan pendapat, persyaratan pengambilan keputusan DPR harus lebih ringan dari persyaratan yang ditentukan Pasal 7B ayat (3) UUD 1945, karena untuk dapat menindaklanjuti pendapat tersebut kepada Mahkamah Konstitusi harus melalui persyaratan yang lebih berat sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 tersebut.

Demikian juga, terhadap usul hak menyatakan pendapat atas kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional yang bersifat strategis dan tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket harus lebih ringan daripada persyaratan pendapat DPR terkait pengajuan permintaan DPR kepada Mahkamah Konstitusi yang berhubungan dengan proses pemberhentian Presiden yang ditentukan dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945.

Kirim Komentar

Kode Pengaman
Refresh

Gabung di Komunitas


Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 6 - 7 Jakarta Selatan
Telp. (021) 5221618 Fax. (021) 5265480
Email: admin @ djpp.info
www.djpp.info
www.djpp.depkumham.go.id