Rabu, 01 Agustus 2012
   
Text Size

Ketua DPR Setuju Peran Fraksi Dikurangi

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengatakan secara substantif rencana pembubaran fraksi Dewan Perwakilan Rakyat ada benarnya. Namun, secara hukum ketatanegaraan, ia tidak yakin Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan gugatan Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GNPK).

Menurut Marzuki, Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD memang harus ada perubahan mengenai pengurangan peran fraksi. Artinya ada batasan-batasan di mana peran fraksi itu berada.

"Seharusnya fraksi tidak lagi berperan dalam konteks pekerjaan yang dilakukan di dalam DPR itu sendiri. Itu saran saya. Karena itu saya tidak secara vulgar menyatakan pembubaran fraksi, tetapi substansi yang disampaikan GNPK itu betul," kata Marzuki dalam pesan singkat, Senin, 23 Juli 2012.

Ia menilai peran fraksi terkadang mengeliminasi ide-ide yang dimiliki oleh para anggota, padahal ide tersebut bagus untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara.

"Jika anggota dewan sebagai wakil rakyat diberikan kebebasan memperjuangkan kepentingan menurut pola pikir, pengalamannya, dan berdasarkan diskusi yang ada di internal DPR, saya kira itu hasilnya akan jauh lebih baik dibandingkan hanya mendengarkan perintah fraksi," katanya.

Marzuki juga menginginkan agar peran fraksi semakin dikurangi. "Sehingga peran anggota dewan dalam kaitannya sebagai representasi rakyat bisa menjadi optimal," ujarnya.

Sebelumnya, GNPK melayangkan gugatan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Pasal 11, Pasal 80, Pasal 301 dan Pasal 352 Undang-Undang Nomor 27 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD4) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu 18 Juli.

Ketua GNPK, Adi Warman, menyatakan bahwa gugatan merupakan upaya hukum untuk membubarkan keberadaan semua fraksi di MPR, DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Menurutnya, keberadaan fraksi-fraksi hanya menjadi bagian dari struktur partai, kepanjangan tangan dan alat perjuangan partai-partai yang memiliki kursi di parlemen yang dibiayai oleh APBN maupun APBD

Keberadaan fraksi-fraksi menurutnya juga tidak sejalan dengan kedaulatan rakyat, karena partai politik hanya dijadikan kendaraan politik. Padahal seharusnya kebijakan publik berpihak kepada publik bukan berpihak kepada kelompok tertentu, dan ini bisa terjadi karena putusnya komunikasi legislatif dengan pemilihnya.

Keberadaan fraksi justru menghalang-halangi hak anggota legislatif yang dilindungi konstitusi negara, dan juga aturan hukum yang dimana anggota legislatif memiliki hak imunitas sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat (3) UUD 1945 juncto Pasal 196 Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR dan DPRD.

 

 

 

 

sumber: vivanews

Kirim Komentar

Kode Pengaman
Refresh

Gabung di Komunitas


Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan

Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 6 - 7 Jakarta Selatan
Telp. (021) 5221618 Fax. (021) 5265480
Email: admin @ djpp.info
www.djpp.info
www.djpp.depkumham.go.id