
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Marzuki Alie mengatakan secara substantif rencana pembubaran fraksi Dewan Perwakilan Rakyat ada benarnya. Namun, secara hukum ketatanegaraan, ia tidak yakin Mahkamah Konstitusi akan mengabulkan gugatan Gerakan Nasional Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (GNPK).
"Seharusnya fraksi tidak lagi berperan dalam konteks pekerjaan yang dilakukan di dalam DPR itu sendiri. Itu saran saya. Karena itu saya tidak secara vulgar menyatakan pembubaran fraksi, tetapi substansi yang disampaikan GNPK itu betul," kata Marzuki dalam pesan singkat, Senin, 23 Juli 2012.
Ia menilai peran fraksi terkadang mengeliminasi ide-ide yang dimiliki oleh para anggota, padahal ide tersebut bagus untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
"Jika anggota dewan sebagai wakil rakyat diberikan kebebasan memperjuangkan kepentingan menurut pola pikir, pengalamannya, dan berdasarkan diskusi yang ada di internal DPR, saya kira itu hasilnya akan jauh lebih baik dibandingkan hanya mendengarkan perintah fraksi," katanya.
Marzuki juga menginginkan agar peran fraksi semakin dikurangi. "Sehingga peran anggota dewan dalam kaitannya sebagai representasi rakyat bisa menjadi optimal," ujarnya.
Sebelumnya, GNPK melayangkan gugatan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Pasal 11, Pasal 80, Pasal 301 dan Pasal 352 Undang-Undang Nomor 27 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD4) ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu 18 Juli.
Ketua GNPK, Adi Warman, menyatakan bahwa gugatan merupakan upaya hukum untuk membubarkan keberadaan semua fraksi di MPR, DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Menurutnya, keberadaan fraksi-fraksi hanya menjadi bagian dari struktur partai, kepanjangan tangan dan alat perjuangan partai-partai yang memiliki kursi di parlemen yang dibiayai oleh APBN maupun APBD
Keberadaan fraksi-fraksi menurutnya juga tidak sejalan dengan kedaulatan rakyat, karena partai politik hanya dijadikan kendaraan politik. Padahal seharusnya kebijakan publik berpihak kepada publik bukan berpihak kepada kelompok tertentu, dan ini bisa terjadi karena putusnya komunikasi legislatif dengan pemilihnya.
Keberadaan fraksi justru menghalang-halangi hak anggota legislatif yang dilindungi konstitusi negara, dan juga aturan hukum yang dimana anggota legislatif memiliki hak imunitas sebagaimana diatur dalam Pasal 20A ayat (3) UUD 1945 juncto Pasal 196 Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR dan DPRD.
sumber: vivanews
Link Terkait:
- Kekuasaan DPR, Pendulum Reformasi?
- Kualitas UU Buruk Karena DPR Tidak Paham Hukum
- Ketua DPR Target 35 RUU Diselesikan di 2010
- DPR Lemah, UU Disusupi Asing
- PSHK: UU 27/2009 Lemah Atur Akuntabilitas BURT
- Jalan-jalan DPR ke Luar Negeri Buat Pembahasan RUU Terhambat
- DPR Studi Banding Mata Uang ke Swiss
- Pembahasan RUU Lamban, Baleg DPR tidak Mau Disalahkan
- Kunker di Tengah Bencana Perlu UU
- Komisi II DPR Optimis UU Politik Tuntas 2011
- Inilah 71 RUU prioritas DPR di 2011
- DPR Cuma Menghasilkan 14 UU
- DPR: Panja Pemberantasan Mafia Pajak untuk Penguatan Institusi Hukum
- Putusan Mahkamah Konstitusi Mengenai Pengujian UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPR
- DPD Sewot Tak Diajak Bahas RUU Keistimewaan DIY
- Ahli: UU Pemilu inskonstitusional bagi calon PNS
- DPR Menargetkan Sahkan 20 RUU
- DPR Studi Banding Lagi
- Pascareses, belum Ada RUU Baru ke DPR
- Reses Berakhir, DPR Target Sahkan 17 RUU
- Pembahasan RUU Hukum di Baleg Rawan Konflik Kepentingan
- Hari Ini DPR Sahkan Perubahan UU Mahkamah Konstitusi
- DPR-Pemerintah Prioritaskan Tiga RUU
- LSM: Kualitas UU Tidak Didasarkan Uji Materi
- DPD RI Mulai Susun Materi RUU Konflik Sosial
- Laode: DPD Memiliki Legalitas Ikut Bahas RUU
- Ketua DPR Optimistis RUU DIY Rampung Tahun Depan
- Karena Reshuffle, RUU BPJS Disahkan usai Reses
- DPR: Revisi Undang-Undang KPK Suatu Keharusan
- Ambang Batas Dinaikkan Agar Sistem Presidensial Efektif
- DPD Ajukan Uji Materiil UU MD3
- PBNU: UU Ormas Harus Perkuat Masyarakat Sipil